PERLAWANAN BANTEN SMAN 3 SOLOK SELATAN
MAKALAH
SEJARAH
WAJIB
Tentang
PERLAWANAN BANTEN
Disusun
Oleh Kelompok 4:
FITRI RAMADHANI
NOVA KURNIAWAN
TRIO KURNIA PUTRA
Kelas
XI MIPA5
Guru
Pembimbing:
SRIGUSWATI,
S.Pd
SMAN
3 SOLOK SELATAN
TP.2019/2020
KATA
PENGANTAR
Syukur
Alhamdulillah, segala puji atas kehadirat Allah swt, atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya yang dianugerahkan kepada kita semua, sehingga kami dapat
menyusun makalah ini tepat pada waktunya.
Penulisan
makalah ini dimaksudkan untuk memberikan kemudahan bagi kita dalam proses
belajar.
Adapun
penulisan dalam makalah ini, disusun secara sistematis dan berdasarkan
metode-metode yang ada, agar mudah dipelajari dan dipahami sehingga
dapat menambah wawasan pemikiran para pembaca.
Dalam
penulisan makalah ini, Kami menyadari sepenuhnya adanya kekurangan. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun sangat Kami harapkan dari para pembaca
agar dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir
kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Lubuk Gadang, 01 November 2019
Penulis
Kelompok 4
DAFTAR
ISI
COVER
KATA
PENGANTAR
DAFTAR
ISI
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
B. Rumusan
Masalah
C. Tujuan
dan Manfaat Penulisan
BAB
II PEMBAHASAN
A. Perlawanan
banten terhadap Belanda(VOC)
B. Asal Usul VOC (Verenigde Oost Indishe Compagnie)
C. Kondisi, Posisi, dan Kedudukan Banten
D. Penyebab Perlawanan Banten Terhadap VOC
E. Awal Perlawanan dan Kronologis Perlawanan Kesultanan
Banten Terhadap VOC Tahun 1651-1682
F. Munculnya Kembali Perlawanan Banten dan Politik Adu
Domba VOC
G. Akhir Perlawanan Banten Terhadap VOC
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kedatangan Belanda ke Banten awalnya
hanya untuk melakukan perdagangan. Namun, dengan potensi alam yang dimiliki
oleh Banten dan saat itu Banten merupakan pelabuhan yang ramai, maka Belanda
dengan kongsi dagang VOC hendak menguasai Banten sehingga menimbulkan
perlawanan dari Kesultanan Banten.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, maka didalam penyusunan makalah ini penulis akan
membahas tentang:
1.
Perlawanan banten
terhadap Belanda(VOC)
2.
Asal Usul VOC (Verenigde Oost Indishe Compagnie)
3.
Kondisi, Posisi, dan Kedudukan Banten
4.
Penyebab Perlawanan Banten Terhadap VOC
5.
Awal Perlawanan dan Kronologis Perlawanan Kesultanan Banten Terhadap VOC
Tahun 1651-1682
6.
Munculnya Kembali Perlawanan Banten dan Politik Adu Domba VOC
7.
Akhir Perlawanan Banten Terhadap VOC
C.
Tujuan
Dan Manfaat Penulisan
Tujuan
dari pembuatan makalah ini adalah agar kita semua paham dan mengerti tentang:
1.
Perlawanan banten
terhadap Belanda(VOC)
2.
Asal Usul VOC (Verenigde Oost Indishe Compagnie)
3.
Kondisi, Posisi, dan Kedudukan Banten
4.
Penyebab Perlawanan Banten Terhadap VOC
5.
Awal Perlawanan dan Kronologis Perlawanan Kesultanan Banten Terhadap VOC
Tahun 1651-1682
6.
Munculnya Kembali Perlawanan Banten dan Politik Adu Domba VOC
7.
Akhir Perlawanan Banten Terhadap VOC
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Perlawanan
banten terhadap Belanda(VOC)
Kedatangan Belanda ke Banten awalnya
hanya untuk melakukan perdagangan. Namun, dengan potensi alam yang dimiliki
oleh Banten dan saat itu Banten merupakan pelabuhan yang ramai, maka Belanda
dengan kongsi dagang VOC hendak menguasai Banten sehingga menimbulkan
perlawanan dari Kesultanan Banten.
B.
Asal Usul VOC (Verenigde
Oost Indishe Compagnie)
VOC merupakan singkatan dari Verenigde
Oost Indische Compagnie. Awalnya VOC adalah gabungan umum dariGenerale
Verenigde Geoctroyeerde Oost Indische Compagnie (Persatuan Umum
Persekutuan Dagang Hindia Belanda). VOC didirikan pada tanggal 20 Maret 1602 di
Amsterdam, setelah diadakannya perundingan yang lama dan sulit antara Staten
Generaal (Dewan Perwakilan). Dalam perundingan tersebut turut dihadiri
oleh pengacara Belanda yang terkenal, yaitu Johan van Oldenbarneveldt, para
pengurus perusahaan dagang Holland dan Zeeland, yang telah dibentuk antara
tahun 1596 – 1602 untuk berdagang di Hindia Timur. Sebelum VOC berdiri dengan
rentang tahun antara 1598 – 1602, Belanda telah memiliki 65 kapal dari jumlah
sebelumnya yaitu 22 kapal yang mengangkut hasil bumi dari Nusantara terutama
rempah-rempah, baik milik perseorangan maupun milik perserikatan dagang.
Dengan banyaknya perserikatan
dagang, terjadilah persaingan diantara para pedagang Belanda yang mengakibatkan
harga rempah-rempah di pasaran Eropa menjadi jatuh. Oleh sebab itu, didirikan
VOC dengan tujuan untuk mewadahi para pedagang, menghindarkan para pedagang
dari persaingan yang tidak sehat, dan melindungi para pedagang dari intervensi
pedagang lain seperti pedagang Portugis, Arab, Cina, dan Inggris. VOC memiliki
hak istimewa yang disebut dengan hak oktroi. Hak tersebut mengindikasikan bahwa
VOC memiliki kewenangan dan kekuasaan yang sama seperti halnya sebuah negara.
Hak istimewa tersebut antara lain:
1.
Hak mengadakan
perjanjian dengan negara lain tanpa melalui persetujuan Raja/Ratu Belanda.
2.
Hak membuat dan
mengedarkan uang sendiri.
3.
Hak menyusun dan
memiliki angkatan laut serta angkatan darat sendiri yang dapat bertindak tanpa
harus tunduk kepada kerajaan Belanda.
4.
Hak menyatakan perang
dengan negara atau kerajaan lain tanpa harus meminta persetujuan dengan
Raja/Ratu Belanda.
Kepentingan-kepentingan yang menaungi
VOC diwakili oleh sistem majelis untuk masing-masing dari enam wilayah yang
memiliki direktur berjumlah 17 orang yang disebut dengan Heeren XVII.
Mereka berasal dari Amsterdam, Hoorn, Enkhuizen, Rotterdam, Delft, dan
Middleburg (Zeeland). Penetapan anggotaHeeren XVII didasari atas
ketentuan, yaitu 8 orang dari Amsterdam, 4 orang dari Middleburg (Zeeland), dan
sisanya berasal dari Hoorn, Enkhuizen, Rotterdam, dan Delft dengan jumlah
masing-masing satu orang. Untuk anggota yang ketujuh belas ditentukan oleh
Zeeland. Heeren XVIImengadakan pertemuan dua kali dalam satu tahun,
yaitu pada musim semi dan musim gugur.
C.
Kondisi, Posisi, dan
Kedudukan Banten
Kondisi geografis Banten pada awal
abad ke 16 dilukiskan oleh Couto, yaitu Banten terletak di pertengahan teluk
yang memiliki lebar sekitar 3 mil dan panjang sekitar 850 depa serta dari tepi
laut memiliki panjang sekitar 400 depa. Untuk melindungi kota Banten, terdapat
sebuah benteng yang dinding setebal tujuh telapak tangan laki-laki terbuat dari
bata dan pada bagian pertahanannya terbuat dari kayu setinggi dua tingkat
dengan dilengkapi oleh persenjataan yang baik. Pusat kota terletak pada
lapangan raja (alun-alun) yang disebut pasebandengan masjid dan pasar
disekitarnya. Jalan-jalan dibuat secara simetris, membentuk palang silang yang
sempurna. Banten memiliki luas sekitar 10.000 km2, wilayah yang tidak lebih
luas dari sebuah kabupaten yang besar di Perancis. Wilayah Banten membentang
dari Tangerang sampai Tulang Bawang dan dari Pelabuhan ratu sampai Silebardengan
jumlah penduduk sekitar 80.000 sampai 100.000 orang pada penghujung abad
ke16.
Belanda menggambarkan bahwa Banten
memiliki luas hampir sama dengan Amsterdam kuno. Selain itu, Belanda
menggambarkan bahwa Banten terletak pada dataran kosong di kaki perbukitan.
Untuk sampai ke Banten, diperlukan jarak tempuh sekitar 25 mil antara Jawa dan
Sumatra. Pada kedua sisi kota mengalir sungai, dimana salah satu dari sungai
itu mengalir melewati kota.
Saat itu, Banten sudah berkembang
sebagai kota pelabuhan yang ramai, dimana terdapat para pedagang Cina, Arab,
Portugis, dan Inggris selain dari pedagang Belanda dan pribumi. Komunikasi
antara pedagang pribumi dan pedagang asing dengan menggunakan lingua frangka.
Dapat dikatakan bahwa Banten merupakan salah satu pelabuhan besar di Nusantara.
Dengan ditunjang oleh potensi alam berupa beras dan komoditi unggulan
rempah-rempah berupa lada, Banten sangat maju dalam hal ekonomi seperti pada
kota-kota dagang pada umumnya.
Dalam
hal politik, Banten dibawah kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa mampu menjaga
stabilitas politik. Hubungan kerajaan Banten dengan kerajaan lain di Pulau
Jawa, seperti kerajaan Mataram dan Cirebon terjalin dengan baik. Hubungan
antara Banten dengan kerajaan lain di Pulau Jawa tidak sejalan dengan hubungan
antara Banten dengan Belanda. Berkali-kali Sultan Ageng Tirtayasa menentang
Belanda, terutama VOC. Hubungan antara Banten dengan Mataram yang pada awalnya
sering mengalami ketegangan karena Mataram hendak menjadikan Banten sebagai
daerah bawahannya mulai menjadi kurang baik lagi ketika Amangkurat II
menandatangani perjanjian dengan VOC. Hal tersebut sama seperti ketika Cirebon
bekerjasama dengan VOC pada 1681. Pada akhirnya hubungan baik antara Banten dan
kerajaan-kerajaan lain terganggu dengan kehadiran VOC.
D.
Penyebab Perlawanan
Banten Terhadap VOC
Banten sebagai kesultanan memiliki potensi geografis dan potensi alam yang
membuat para pedagang Eropa khususnya hendak menguasai Banten. Secara
geografis, Banten terletak di ujung barat pulau Jawa, dimana jalur perdagangan
Nusantara yang merupakan bagian dari jalur perdagangan Asia dan Dunia. Selain
itu, letaknya yang dekat dengan selat Sunda menjadikan Banten sebagai pelabuhan
transit sekaligus pintu masuk ke Nusantara setelah Portugis mengambilalih
Malaka pada tahun 1511.
Potensi alam yang dimiliki Banten pun merupakan daya tarik tersendiri, dimana
Banten adalah penghasil lada terbesar di Jawa Barat dan penghasil beras dengan
dibukanya lahan pertanian dan sarana irigasi oleh Sultan Ageng Tirtayasa.
Selain dari potensi alam dan letak geografis, VOC memerlukan tempat yang cocok
untuk dijadikan sebagai pusat pertemuan. Letak Belanda yang jauh dari wilayah
Nusantara menyulitkan Heeren XVII untuk mengatur dan mengawasi
kegiatan perdagangan. Dengan pertimbangan tersebut, Banten dipilih
sebagai Rendez-vous, yaitu pusat pertemuan, dimana pelabuhan,
kantor-kantor dapat dibangun, dan fasilitas-fasilitas pengangkutan laut dapat
disediakan, keamanan terjamin dan berfungsi dengan baik. Hal inilah yang
membuat VOC dibawah pimpinan Gubernur Jendral Joan Maetsuyker hendak menguasai
Banten.
Perlu
diketahui, pada saat Sultan Ageng Tirtayasa berkuasa tahun 1651 sampai dengan
1682, VOC dipimpin oleh Joan Maetsuyker yang memimpin VOC dari tahun 1653
sampai 1678. Menurut Nicolaus de Graaff, Joan Maetsuyker merupakan
pemimpin VOC terlama dengan kedudukan selama seperempat abad. Pada masa
pemerintahan Maetsuyker inilah VOC mengalami masa keemasannya.
Untuk
dapat menguasai Banten, langkah yang digunakan oleh VOC adalah dengan
memblokade akses menuju ke pelabuhan Banten dengan tujuan memperlemah sektor
perekonomian Bnaten. Kapal-kapal asing yang hendak berdagang di Banten dicegat
oleh Belanda. Selain itu, kapal-kapal yang telah berdagang di Banten pun
dicegat oleh Belanda sehingga pelabuhan Banten mengalami penurunan aktivitas
perdagangan dan kegiatan perekonomi terganggu. Menyikapi hal tersebut,
Banten mengadakan perlawanan dengan menyerbu dan merampas kapal-kapal Belanda
yang bernaung dibawah VOC. Akan tetapi, VOC menggunakan siasat lain, yaitu
dengan memberikan hadiah menarik dan berupaya memperbaharui perjanjian tahun
1645, akan tetapi hal tersebut ditolak oleh Sultan Ageng Tirtayasa.
E.
Awal Perlawanan dan
Kronologis Perlawanan Kesultanan Banten Terhadap VOC Tahun 1651-1682
Pada tahun 1651 sampai dengan 1682, Banten diperintah oleh Pangeran Surya
dengan gelar Pangeran Ratu Ing Banten dan setelah kembali dari Mekah mendapat
gelar Sultan Abdulfath Abdulfatah atau lebih dikenal dengan Sultan Ageng
Tirtayasa setelah sebelumnya Banten diperintah oleh kakek dari Sultan
Ageng Tirtayasa, yaitu Sultan Abdulmafakhir Mahmud Abdulkadir. Sultan Ageng
Tirtayasa merupakan anak dari Sultan Abul Ma’ali Ahmad.
Sultan Ageng Tirtayasa selama memerintah kesultanan Banten sangat menentang
segala bentuk penjajahan asing atas daerah kekuasaannya, termasuk kehadiran VOC
yang hendak menguasai Banten sangat ditentang oleh Sultan Ageng Tirtayasa. Oleh
sebab itu, VOC yang berusaha melakukan blokade terhadap pelabuhan Banten dengan
menyerang kapal-kapal yang hendak berdagang di Banten mendapatkan perlawanan
dari pasukan Banten.
Perlawanan itu awalnya diwujudkan dengan perusakan terhadap segala instalasi
milik VOC di wilayah kekuasaan kesultanan Banten. Dengan tindakan perlawanan
demikian, Sultan Ageng Tirtayasamengharapkan agar VOC segera meninggalkan
Banten. Tangerang dan Angke dijadikan sebagai garis terdepan pertahanan dalam
menghadapi VOC. Pasukan Banten menyerang Batavia pada 1652 juga dimulai dari
Tangerang dan Angke.
Untuk meredakan perlawanan tersebut, VOC mengirimkan utusan sebanyak dua kali
pada tahun 1655 dengan menawarkan pembaharuan perjanjian tahun 1645 disertai
hadiah-hadiah yang menarik, namun keseluruhannya ditolak oleh Sultan Ageng
Tirtayasa. Bahkan Sultan Ageng Tirtayasa menanggapinya dengan memerintahkan
pasukan Banten pada tahun 1656 untuk melakukan gerilya besar-besaran dengan
mengadakan pengerusakan terhadap kebun-kebun tebu, pencegatan serdadu patroli
VOC, pembakaran markas patroli, dan pembunuhan terhadap beberapa orang Belanda
yang keseluruhan dilakukan pada malam hari. Selain itu, pasukan Banten juga
merusak kapal-kapal milik Belanda yang berada di pelabuhan Benten, sehingga
untuk memasuki Banten, diperlukan pasukan yang kuat untuk mengawal kapal-kapal
tersebut.
Saat perlawanan sering terjadi, Sultan Ageng Tirtayasa seringkali mengadakan
hubungan kerjasama dengan kesultanan lain, seperti kesultanan Cirebon dan
Mataram serta dengan Turki, Inggris, Perancis, dan Denmark. Hal ini dilakukan
agar Banten dapat memperkuat kedudukan dan kekuatannya dalam menghadapi
kekuatan VOC. Dari Turki, Inggris, Perancis, dan Denmark inilah Banten
mendapatkan banyak bantuan berupa senjata api. Sultan Ageng Tirtayasa pun
melakukan penyatuan terhadap daerah yang dikuasai oleh kesultanan Banten, yaitu
Lampung, Bangka, Silebar, Indragiri dalam kesatuan pasukan Surosowan.
Menghadapi kenyataan tersebut, VOC pun melakukan penyatuan kekuatan dengan
menyewa serdadu-serdadu dari Kalasi, Ternate, Bandan, Kejawan, Bali, Makasar,
dan Bugis karena serdadu Belanda jumlahnya sedikit. Pada saat terjadi
perlawanan, serdadu-serdadu pribumi inilah yang melawan pasukan Banten,
sedangkan serdadu Belanda lebih banyak berada dibelakang serdadu pribumi
tersebut.
Semakin
kuatnya pasukan Banten, ditambah dengan kurangnya persiapan VOC dalam menghadap
Banten karena sedang berperang dengan Makasar membuat VOC pada sekitar bulan
November dan Desember 1657 mengajukan penawaran gencatan senjata. Pertempuran
antara Banten dan VOC ini sangat merugikan kedua belah pihak. Gencatan
senjatapun baru dapat dilakukan setelah utusan VOC dari Batavia mendatangi
Sultan Ageng Tirtayasa pada tanggal 29 April 1658 dengan membawa rancangan perjanjian
yang berisi sepuluh pasal. Diantara pasal tersebut, Sultan Ageng Tirtayasa
mengajukan dua pasal perubahan. Namun, hal tersebut ditolak oleh VOC sehingga
perlawanan dan peperangan kembali terjadi.
Penolakan dari VOC tersebut semakin menguatkan keyakinan Sultan Ageng Tirtayasa
bahwa tidak akan ada kesesuaian pendapat antara kesultanan Banten dengan VOC
sehingga jalan satu-satunya adalah dengan kekerasan, yaitu berperang. Oleh
sebab itu, Sultan Ageng Tirtayasa mengumumkan perang sabil dengan terlebih
dahulu mengirimkan surat ke VOC pada tanggal 11 Mei 1658. Menurut
Djajadiningrat (1983:71) dan Tjandrasasmita (1967:12-16), pertempuran antara
VOC dengan pasukan Banten berlangsung secara terus menerus mulai dari bulan Mei
1658 sampai dengan tanggal 10 Juli 1659.
Pada dasarnya, perlawanan Banten terhadap VOC setelah adanya keinginan untuk
melakukan gencatan senjata dipicu oleh terbunuhnya Lurah Astrasusila diatas
kapal VOC. Lurah Astrasusila yang saat itu menyamar sebagai pedagang kelapa
membunuh beberapa orang Belanda di atas kapal bersama kedua temannya. Namun,
apa yang dilakukannya berhasil diketahui oleh orang-orang Belanda lain diatas
kapal tersebut. Akibatnya Lurah Astrasusila bersama kedua temannya dibunuh
diatas kapal tersebut. Berita mengenai terbunuhnya Lurah Astrasusila diketahui
oleh Sultan Ageng Tirtayasa sehingga memicu aksi balas dendam dan perlawanan
dari Banten (Djajadiningrat, 1983:73).
Penyerangan yang dilakukan Benten secara terus menerus terhadap VOC membuat
kedudukan VOC semakin terdesak sampai medekati batas kota Batavia. Akhirnya VOC
mengajukan gencatan senjata. Menyadari bahwa Banten akan menolak perjanjan
gencatan senjata, maka VOC membujuk sultan Jambi untuk mengakomodasi perjanjian
tersebut. Maka sultan Jambi pun mengirimkan utusannya yaitu Kiyai Damang Dirade
Wangsa dan Kiyai Ingali Marta Sidana. Pada tanggal 10 Juli 1659, ditandatangani
perjanjian gencatan senjata antara Banten dan VOC.
Gencatan senjata ini dimanfaatkan oleh Sultan Ageng Tirtayasa untuk melakukan
konsolidasi kekuatan, diantaranya menjalin hubungan dengan Inggris, Perancis,
Turki, dan Denmark, dengan tujuan memperoleh bantuan senjata. Gencatan senjata
ini membuat blokade yang dilakukan oleh VOC terhadap pelabuhan Banten kembali
dibuka. Berbagai cara yang dilakukan oleh Sultan Ageng Tirtayasa membuat Banten
berkembang dengan pesat. Hal tersebut memicu Gubernur Jendral Ryklop van Goens
sebagai pengganti Gubernur Jendral Joan Maetsuyker menulis surat yang ditujukan
kepada kerajaan Belanda tertanggal 31 Januari 1679 tentang usaha untuk
menghancurkan dan melenyapkan Banten(Tjandrasasmita, 1967:35).
F.
Munculnya Kembali
Perlawanan Banten dan Politik Adu Domba VOC
Setelah perjanjian gencatan
senjata, VOC menggunakan kesempatan tersebut untukmempersulit kedudukan Banten.
Cara yang dilakukan adalah dengan mengadakan kerjasama dengan kesultanan
Cirebon dan kesultanan Mataram. Puncaknya adalah ketika Amangkurat II
menandatangani perjanjian dengan VOC. Selain itu, Cirebon pun berada di bawah
kekuasaan VOC pada tahun 1681. Dengan Mataram dan Cirebon dibawah kendali VOC,
maka posisi Banten semakin terjepit karena Mataram dan Cirebon merupakan
kesultanan yang memiliki hubungan baik dengan Banten.
Posisi tersebut makin sulit dengan
terjadinya perpecahan di dalam kesultanan Banten sendiri.Putra Sultan Ageng
Tirtayasa, yaitu Pangeran Gusti dan Pangeran Arya Purbaya mendapatkan
kekuasaan, masing-masing untuk mengurusi kedaulatan ke dalam kesultanan.
Sementara kedaulatan keluar kesultanan masih dikendalikan oleh Sultan Ageng
Tirtayasa. Pemisahan kekuasaan ini diketahui oleh wakil Belanda di Banten,
yaitu W. Caeff yang kemudian mendekati dan menghasut Pangeran Gusti untuk
mencurigai ayahnya dan saudaranya sendiri.
Pada saat itu, Pangeran Gusti pergi ke Mekkah dengan meninggalkan kekuasaannya
untuk sementara waktu dan kekuasaan tersebut diberikan oleh Sultan Ageng
Tirtayasa kepada adiknya yaitu Pangeran Arya Purbaya. Sekembalinya Pangeran
Gusti yang bergelar Sultan Abu Nasr Abdul Kahar atau lebih dikenal dengan
sebutan Sultan Haji dari Mekah, kekuasaan yang dimiliki oleh Pangeran Purbaya
semakin meluas sehingga membuat Sultan Haji iri. Hal tersebut yang dimanfaatkan
oleh VOC untuk mengadu-domba antara Sultan Haji dengan ayahnya sendiri, yaitu
Sultan Ageng Tirtayasa dan adiknya, yaitu Pangeran Arya Purbaya. Konflik ini
dimanfaatkan oleh VOC untuk memadamkan dan memperlemah kekuatan Banten
G.
Akhir Perlawanan Banten
Terhadap VOC
Rasa iri dan kekhawatiran Sultan
Haji akan kekuasaannya melahirkan persekongkolan dengan VOC untuk merebut tahta
kesultanan Banten. VOC bersedia membantu Sultan Haji dengan mengajukan empat
syarat, yaitu menyerahkan Cirebon kepada VOC, monopoli lada dikendalikan oleh
VOC, membayar 600.000 ringgit apabila ingkar janji, dan menarik pasukan Banten
yang berada di daerah pesisir pantai dan pedalaman Priangan. Syarat tersebut
dipenuhi oleh Sultan haji. Pada tanggal 27 Februari 1682, pecahlah perang
antara Sultan Haji dengan dibantu VOC melawan ayahnya sendiri, yaitu Sultan
Ageng Tirtayasa. Inilah akhir dari kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa di
kesultanan Banten.
Namun, pasukan yang dipimpin oleh
Sultan Ageng Tirtayasa masih terlalu kuat sehingga berhasil mengepung VOC
bersama dengan Sultan Haji. VOC segera memberikan perlindungan kepada Sultan
Haji dibawah pimpinan Jacob de Roy. Bersama dengan Kapten Sloot dan W. Caeff,
Sultan Haji mepertahankan loji tempatnya berlindung. Kekuatan pasukan Sultan
Ageng Tirtayasa membuat bantuan dari Batavia tidak dapat mendarat di
Banten. Hal tersebut memaksa Sultan Haji untuk mengadakan perjanjian baru
dengan VOC yaitu memberikan hak monopoli VOC di Banten. Setelah perjanjian
tersebut, tanggal 7 April 1682, datanglah bantuan dari Batavia yang dipimpin
oleh Francois Tack dan De Sant Martin, dibantu oleh Jonker, tokoh yang
memadamkan pemberontakan Trunojoyo. Pasukan ini berhasil membebaskan loji dari
kepungan pasukan Sultan Ageng Tirtayasa.
Setelah itu, pemberontakan terus
terjadi meskipun VOC telah beberapa kali meminta Sultan Ageng Tirtayasa untuk
menyerah. Untuk menyelesaikan perlawanan tersebut, Sultan Haji mengutus 52
orang keluarganya untuk membujuk Sultan Ageng Tirtayasa. Setelah berhasil
dibujuk, Sultan Haji dan VOC menerapkan tipu muslihat dengan mengepung
iring-iringan Sultan Ageng Tirtayasa menuju ke istana Surosowan pada tanggal 14
Maret 1683. Sultan Ageng Tirtayasa berhasil ditangkap, namun Pangeran Arya
Purbaya berhasil lolos. Kemudian Sultan Ageng Tirtayasa dipenjarakan di Batavia
sampai meninggal pada tahun 1692. Sultan Haji sendiri akhirnya naik tahta
dengan restu VOC, memerintah dari tahun 1682 sampai dengan 1687. Pada tanggal
17 April 1684, ditandatanganilah perjanjian dalam bahasa Belanda, Jawa, dan
Melayu yang berisi 10 pasal. Perjanjian inilah yang menandai berakhirnya
kekuasaan kesultanan Banten, dan dimulainya monopoli VOC atas Banten. Dengan
demikian berakhirlah perlawanan Sultan Ageng Tirtayasasetelah dikhianati oleh
anaknya sendiri.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Banten merupakan salah satu
pelabuhan terbesar di Nusantara dengan letak yang stategis di ujung barat pulau
Jawa dekat dengan selat Sunda yang merupakan titik pertemuan jalur perdagangan
Asia bahkan dunia setelah jatuhnya Malaka ke tangan Portugis pada 1511. Hal
tersebut membuat Banten selalu ramai oleh lalu lintas perdagangan. Disamping
itu, Banten memiliki potensi alam yang cukup menguntungkan, dimana Banten
merupakan penghasil lada terbesar di Jawa Barat. Pada rentang waktu antara 1651
sampai dengan 1682, Banten mampu memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya dengan swasembada
beras dibawah kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa. Dengan kondisi alam dan letak
geografis inilah yang membuat VOC dibawah pimpinan Gubernur Jendral Joan
Maetsuyker (1653-1678) berkeinginan untuk menguasai Banten, menjadikannya
sebagai pusat pertemuan (Rendez-vous) sekaligus memonopoli perdagangan
rempah-rempah, khususnya lada.
Untuk memenuhi kehendaknya, VOC
mulai menggunakan siasat blokade ekonomi dengan tujuan agar Banten mau tunduk
kepada VOC. Hal tersebut dilakukan dengan menyerang kapal-kapal asing yang
hendak berdagang di Banten. Kondisi ini membuat Banten mengalami penurunan
dalam hal kegiatan perekonomian. Menaggapi hal tersebut, Sultan Ageng Tirtayasa
memerintahkan untuk melakukan perlawanan terhadap VOC. Pelawanan tersebut
terjadi sampai dengan adanya tawaran perjanjian gencatan senjata pada tanggal
29 April 1658. Namun, perjanjian tersebut ditolak oleh Banten dan mulailah
kembali perlawanan dari bulan Mei 1658 yang berlangsung terus menerus sampai
diadakannya perjanjian gencatan senjata tanggal 10 Juli 1659.
Gubernur Jendral Ryklop van Goens
yang menggantikan Gubernur Jendral Joan Maetsuyker kemudian memerintahkan untuk
menghancurkan Banten. Kekuasaan Banten mulai melemah ketika Cirebon pada tahun
1681 dan Mataram yang memiliki hubungan baik dengan Banten bekerjasama dan
tunduk atas VOC. Selain itu, adanya pembagian kekuasaan di kesultanan Banten,
dimana Sultan Haji dan Pangeran Arya Purbaya yang merupakan anak dari Sultan
Ageng Tirtayasa, mendapat kekuasaan intern kesultanan. Hal tersebut diketahui
oleh W. Caeff, wakil VOC di Banten, sehingga VOC memanfaatkan pembagian
kekuasaan tersebut untuk mengadu domba Sultan Haji dengan Pangeran Arya Purbaya
dan Sultan Ageng Tirtayasa, sampai pada akhirnya terjadi perang saudara yang
menyebabkan berakhirnya kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa pada tahun 1682.
B.
Saran
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan
dimasa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Boxer, C. R., Jan Kompeni Dalam
Perang dan Damai 1602-1799, Sinar Harapan, Jakarta, 1983.
Djajadiningrat, Hoesein,Tinjauan
Kritis Tentang Sajarah Banten, Djambatan, Jakarta, 1983.
Guillot, Claude,Banten
Sejarah dan Peradaban Abad X – XVII, Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta,
2008.
Lubis, Nina H., Banten
Dalam Pergumulan Sejarah: Sultan, Ulama Jawara, Pustaka LP3ES, Jakarta,
2003.
Michrob, Halwany, dkk, Catatan
Masa Lalu Banten, Saudara, Serang, 1993.
Notosusanto, Nugroho,Sejarah
Nasional Indonesia jilid III, Balai Pustaka, Jakarta, 2010.
Ricklefs, M. C., Sejarah
Indonesia Modern 1200-2008, Serambi Ilmu Semesta, Jakarta, 2008.
Wibisono, Sonny Chr., dkk, Banten
Kota Pelabuhan Jalan Sutra, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Dwi Jaya
Karya, Jakarta, 1995.
Zuhdi, Susanto, dkk, VOC di
Kepulauan Indonesia: Berdagang dan Menjajah, Kedutaan Besar Republik
Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2002
Komentar
Posting Komentar